Headlines News :
Home » » Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR)

Written By Ope on Saturday 20 August 2011 | 14:54

By Nopriandi M.Iqbal dan Oop Sopyan
Mahasiswa Jurusan Manajemen FE Unpad
Pendahuluan



Perkembangan tingkat kehidupan ekonomi masyarakat yang terus berkembang, juga berpengaruh pada perkembangan dunia usaha. Iklim usaha semakin mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini juga diikuti dengan kemajuan di bidang teknologi, yang mengakibatkan semakin mutakhirnya teknologi yang digunakan oleh kalangan dunia usaha tersebut.
Kemajuan yang seperti itu tentunya membawa dampak yang positif bagi perkembangan dunia investasi dan bisnis di Indonesia. Selain itu turut berperan serta dalam peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun, yang sangat disayangkan, tidak jarang perusahaan-perusahaan yang ada terlalu terfokus kepada kegiatan ekonomi dan produksi yang mereka lakukan, sehingga melupakan keadaaan masyarakat di sekitar wilayah beroperasinya dan juga melupakan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Padahal, sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 28H ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dari aturan hukum tersebut dapat dilihat dengan jelas, bahwa masyarakat memiliki hak akan kehidupan sosial yang baik dan atas lingkungan hidup yang sehat. Selanjutnya, kewajiban untuk melakukan pelestarian lingkungan hidup juga diatur di dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagai berikut:
Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di lain pihak, seiring dengan perkembangan jaman, juga mendorong masyarakat untuk menjadi semakin kritis dan menyadari hak-hak asasinya, serta berani mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya.
Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga ter-alienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan suatu entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.
Sebagaimana hasil KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janerio, Brasil, pada tahun 1992, yang menegaskan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) sebagai suatu hal yang bukan hanya menjadi kewajiban negara, namun juga harus diperhatikan oleh kalangan korporasi. Konsep pembangunan berkelanjutan menuntut korporasi, dalam menjalankan usahanya, untuk turut memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Ketersediaan dana;
2. Misi lingkungan;
3. Tanggung jawab sosial;
4. Terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah);
5. Mempunyai nilai keuntungan/manfaat).
Kemudian, di dalam Pertemuan Yohannesburg pada tahun 2002, memunculkan suatu prinsip baru di dalam dunia usaha, yaitu konsep Social Responsibility



Dasar Hukum
1. ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility;
2. Undang-Undang Dasar 1945;
3. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
4. Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5. UU RI No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara;
6. Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
7. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
Pembahasan
Substansi keberadaan Prinsip Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan bagi Perusahaan (Corporate Social Responsibility; selanjutnya disebut CSR), adalah dalam rangka memperkuat kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasioal, maupun global. Di dalam pengimplementasiaannya, diharapakan agar unsur-unsur perusahaan, pemerintah dan masyarakat saling berinteraksi dan mendukung, supaya CSR dapat diwujudkan secara komprehensif, sehingga dalam pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawabannya dapat dilaksanakan bersama.
Pada bulan September tahun 2004, International Organization for Standardization atau ISO), sebagai induk organisasis standardisasi internasional berhasil menghasilkan panduan dan standardisasi untuk tanggung jawab sosial, yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. ISO 26000 menjadi standar pedoman untuk penerapan CSR. ISO 26000 mengartikan CSR sebagai tanggung jawab suatu organisasi yang atas dampak dari keputusan dan aktivitanya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:
1. Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
2. Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder
3. Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional
4. Terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.
Di dalam ISO 26000, CSR mencakup 7 (tujuh) isu pokok, yaitu:
1. Pengembangan masyarakat;
2. Konsumen;
3. Praktek kegiatan institusi yang sehat;
4. Lingkungan;
5. Ketenagakerjaan;
6. Hak Asasi Manusia;
7. Organizational Governance (Organisasi Kepemerintahan).
Prinsip-prinsip dasar CSR yang menjadi dasar pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan CSR menurut Iso 26000 meliputi:
1. Kepatuhan kepada hukum;
2. Menghormati instrumen/badan-badan internasional;
3. Menghormati stakeholders dan kepentingannya;
4. Akuntabilitas;
5. Transparansi;
6. Perilaku yang beretika;
7. Melakukan tindakan pencegahan;
8. Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia.
Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
Adapun pengaturan CSR di dalam UU PT adalah sebagai berikut:
Pasal 74:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sedangkan pengaturan di dalam UU PM, yaitu di dalam Pasal 15 huruf b adalah sebagai berikut:
Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Kemudian di dalam Pasal 16 huruf d UU PM disebutkan sebagai berikut:
Setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup.”
Namun demikian, pengaturan CSR di dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia tersebut masih menciptakan kontroversi dan kritikan. Kalangan pebisnis CSR dipandang sebagai suatu kegiatan sukarela, sehingga tidak diperlukan pengaturan di dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Ketua Umum Kadin, Mohammad S. Hidayat, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, sehingga jika diatur akan bertentangan dengan prinsip kerelaan dan akan memberikan beban baru kepada dunia usaha.
Di lain pihak, Ketua Panitia Khusus UU PT, Akil Mochtar menjelaskan bahwa kewajiban CSR terpaksa dilakukan karena banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia lepas dari tanggung jawabnya dalam mengelola lingkungan. Selain itu kewajiban CSR sudah diterapakan pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mewajibkan BUMN untuk memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk pembangunan fisik. Kewajiban ini diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengang BUMN.
Pada umumnya implementasi CSR di perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Komitmen pimpinan perusahaan
Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah-masalah sosial dan lingkungan, kecil kemungkinan akan mempedulikan aktivitas sosial.
2. Ukuran dan kematangan perusahaan
Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. Namun, bukan berarti perusahaan menengah, kecil, dan belum mapan tersebut tidak dapat menerapkan CSR.
3. Regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah
Semakin meluasnya regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya,
Kecenderungan kepedulian sosial perusahaan tambang tahun 1970-an sampai dengan saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :

No.
Keadaan tahun 70an/80an
Keadaan tahun 90an/Saat ini
1.
Perusahaan pertambangan tidak terlalu peduli terhadap kegiatan besar komuniti di sekitar wilayah
Tekanan masyarakat semakin meningkat untuk diadakannya konsultasi pada setiap proses pembangunan

2.
Seringkali masyarakat diperhatikan secara minimal : adanya aktivitas pertambangan terkadang menimbulkan dampak sosial negatif seperti: kejahatan dan kondisi tidak sehat lainnya

Pembangunan yang dilakukan merupakan perhatian untuk mengatasi tuntutan dengan memperhatikan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat serta hak-hak masyarakat lokal
3.
Pengeluaran untuk pembangunan masyarakat terkadang hanya bersifat romantisme tanpa dilandasi semangat untuk memandirikan masyarakat
Sukses komersial pereusahaan tambang dilihat juga dari bagaimana perusahaan mengelola tanggung jawab sosial terhadap masyarakat di sekitar daerah operasi

Manfaat pelaksanaan program-program CSR bagi perusahaan bedasarkan hasil riset majalah SWA terhadap 45 perusahaan di Indonesia, tertanggal 19 Desember 2005.
Memelihara dan meningkatkan citra perusahaan

37,38%
Hubungan yang baik dengan masyarakat

16,82%
Mendukung oprasional perusahaan

10,28%
Sarana aktualisasi perusahaan dan karyawan

8,88%
Memeroleh bahan baku dan alat-alat produksi perusahaan

7,48%
Mengurangi gangguan masyarakat terhadap perusahaan

5,61%
Lainnya

13,35%

Daftar Pustaka




  • Griffin, Ricky.2003. Bisnis. PT Prenhallindo : Jakarta
  • ......................2001.Hukum Lingkungan dalam sistem penegakkan hukum lingkungan Indonesia, Penerbit Alumni :Bandung
  • Sudharta, Hadi. Aspek sosial amdal. UGM Press : Yogyakarta
  • Media Pertamina, No 11 th.XLIV, 17 maret 2008












Share this post :

Post a Comment

 
Support : Powered by Seven Fashion | Member of Seven Network | Manage by Seven Media
Copyright © 2013. opezone.blogspot.com - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger