
Saudaraku,
Kutulis ini, sebagai nasehat diri juga sahabat sekalian. Baik yang sudah
lama menikah, baru menikah, baru banget menikah, atau yang baru berniat
untuk menikah. Pun, untuk siapa saja yang belum berniat untuk
menggenapkan separuh agama, dalam naungan sunnah. Saling menasehati ini,
sangat dianjurkan diberikan kepada saudara sesama muslim, juga saudara
sesama umat manusia. Karena sabda Nabi, “Agama adalah nasehat.”
Saudaraku,
Menikah bukanlah akhir. Ia adalah permulaan. Maka, permulaan sangatlah
menentukan baik dan buruknya proses berikutnya. Jika menikah yang
dijalani hanyalah diniatkan untuk meraih Ridho Allah, maka yakinlah!
Bahwa sesudahnya adalah Barokah. Begitupun sebaliknya, Jika menikah
hanya karena ingin memuaskan nafsu, atau atribut duniawai lainnya, maka
bersiaplah berada dalam kecewa. Tentunya, kita berharap, semoga niat
menikah, hanya karena Allah.
Menikah itu berubah. Yang tadinya lajang, sekarang menjadi sepasang.
Maknanya, setelah menikah, kita akan mempunyai pendamping. Dimanapun
kita berada. Entah di kamar, di dapur, di rumah, di jalan, di masjid,
ketika ke pasar, ketika pergi haji dan seterusnya. Maka, kebersamaan ini
jangan hanya dimaknai kebersamaan fisik. Karena bagaimanapun, fisik
sangatlah terbatas.
Maknailah ia dengan kebersamaan ruhani. Kebersamaan jiwa. Meski diri
berpisah, tapi hati selalu berpelukan. Oh, Indahnya! Jadi, ketika suami
tugas ke luar negeri, tugas ke luar kota atau ada urusan di luar, sang
istri bisa terus membersamainya, baik dengan doa juga bertemunya dua
hati dalam naungan cinta ilahi. Jika kita sudah menikah, tapi masih
merasa sendiri, bisa jadi, ada yang salah dengan diri kita.
Menikah itu asyik. Ups! Maaf, kayaknya salah ketik. Maksud saya,
“Menikah itu nikmat.” Hmmm, sama saja ya? Iya. Menikah itu nikmat. Tanya
saja kepada yang sudah menikah. Ketika lelah, ada yang mijitin. Ketika
mau makan, ada yang nemenin, ketika bosan ada yang menghibur, ketika
nyuci, ada yang bantuin. Ketika masak, ada yang bantu menghabiskan.
Hahaha. Oh iya, ketika lagi gak punya uang, ada yang minta uang. Hehehe.
Ketika salah, ada yang menasehati, ada juga yang memarahi dengan cinta.
Singkatnya, setelah menikah ada sandaran untuk berbagi, tanpa batas,
dimana dan kapan saja. Semoga kita dikaruniai pasangan yang selalu
menikmati kebersamaan dengan kita, apapun kondisinya, hingga kita
benar-benar berpisah dengan dia yang kita cintai untuk kemudian bersatu
dalam reuni akbar di JannahNya, Aamiin.
Saudaraku,
Menikah adalah seni. Seni mengelola kehidupan. Seni itu indah, begitupun
dengan menikah. Ia akan bertabur keindahan, kapan dan dimana saja,
tergantung kemauan kedua pasangan.
Contohnya?
Begini : “Saya pulang kerja. Waktu itu kerjaan lagi sepi. Tanggal tua
pula. Dipastikan, saya pulang dengan kantong kosong. Namun, hati saya
dipenuhi cinta. Sesampainya di rumah, ada bidadari berjilbab pink yang
menyambut dengan senyum manja. Ia menjawab salamku dengan lembut, lebih
lembut dari es krim yang paling lembut. Kemudian ditariklah tanganku
untuk dia salami. Dicium dikeningnya. Katanya, “Mau makan apa, Mas?”
Suaranya merdu sekali. Semerdu kicauan burung di pagi buta. Jawabku,
“Emang Adik masak apa ?” tanyaku, agak galau karena pagi tadi aku tidak
meninggalkan uang untuk masak sore hari. Uangku habis. Apa jawab
istriku? “Ada sayur asem, campur tempe disambeli. Meski seadanya, Adik
memasaknya dengan bumbu cinta lho mas,”
Menikah adalah ekspresi cinta. Jangan ragu untuk mengatakan, “Aku cinta
padamu, karena Allah” kepada pasangan halalmu. Ungkapkan kebaikan setiap
berjumpa dengannya. Tegur ia jika terbukti bersalah dan melanggar
aturan Allah. Nasehati dengan cinta, sentuh ia dengan kasih sayang.
Hindari sentuhan fisik ketika marah. Karena itu adalah perbuatan keji,
tidak disukai Nabi juga dilarang oleh norma. Maka, cintailah pasanganmu
sepenuh jiwa niscaya ia akan mencitaimu, melebihi cintamu padanya.
Saudaraku,
Pasanganmu bukanlah malaikat. Ia adalah manusia biasa seperti halnya
dirimu. Jangan berharap kesempuranaan darinya. Karena itu sia-sia dan
tidak mungkin bisa. Maka, terimalah kekuranganya sebagaimana kau
menerima kekuranganmu sendiri. Kemudian jadilah kedua insan yang
senantiasa setia dalam setiap kondisi. Saling menasehati. Baik nasehat
dalam kebenaran, nasehat dalam kesabaran, maupun nasehat dalam kasih dan
sayang. Jika kau bisa melakukan ini, maka riak gelombang kehidupan,
tidak akan membuat perahu kalian goyah. Gelombang dan badai itu, hanya
akan membuat pelukan kalian semakin kencang. Kemudian kalian berdua akan
bersegera berlari menuju Allah, karena Dialah Maha Penolong atas setiap
persoalan hambaNya.
Saudaraku,
Keluarga pasanganmu adalah keluargamu juga. Hargai mereka sebagaimana
kau menyayangi keluargamu. Jangan anggap mereka orang asing.
Bagaimanapun, keberadaan keluarganya, telah berperan dalam menghadirkan
dirinya sehingga menjadi pasanganmu. Maka, setelah itu, kau akan
memiliki keluarga baru. Semoga ia juga menerima keluargamu apa adanya.
Dan belajarlah dari mereka. Rajutlah tali silaturahim dengan mereka
sehingga hidupmu berkah, rizkimu berlimpah dan umurmu panjang dalam
keberkahan pula.
Saudaraku,
Tak baik jika aku berlama lama menulis ini. Karena aku, sama sepeti
dirimu : masih belajar. Mudah mudahan yang sedikit ini, banyak berkah
dan manfaatnya.
Pesan terakhir, “Hadirkan kenikmatan-kenikmatan ruhani diantara kalian
berdua.” Menikah, tak dipungkiri siapapun , pastilah menghadirkan
kenikmatan fisik bagi kedua pasangan. Jika menikah hanya untuk mendapat
kenikmatan itu, maka alangkah meruginya kita. Karena hewanpun
mendapatkan kenikmatan serupa. Maka, ciptakanlah kenikmatan-kenikmatan
ruhani dalam tiap jenak kehidupan kalian berdua. Agar dunia serasa
surga.
Bangunkan pasanganmu untuk tahajud bersama. Rasakan indahnya suara
suamimu ketika ia melantunkan ayat-ayat Allah di sepertiga malam
terakhir. Minta ia untuk membaca dengan tartil. Maka, air matamu dan air
matanya, akan bertemu dalam ketaatan. Rasakan indahnya, ketika isak
tangis kalian berdua bertemu dalam mentadabburi ayat – ayat Allah.
Subhanallah ….
Kemudian, ajak ia untuk menikmati santap sahur bersama. Ajak ia untuk
rutin dalam berpuasa sunnah, semampu kalian. Maka, nikmat sahur berdua,
akan membuat kalian semakin bertaqwa, karena ada yang mau menyiapkan
makanan bagi kita ketika sahur. Dimana sebelumnya, kita hanya ditemani
“Magic Jar” ketika melahap makanan penuh berkah itu.
Belum lagi ketika kalian berdua menanti buka puasa bersama. Suamimu
menyiapkan es teh, sedangkan istrimu sibuk memasak menunya. Sesekali,
kalian bergantian dalam mengulang–ngulang hafalan al-Qur’an. Allahu
Akbar Walillahil hamd. Kupastikan, masakan kala itu akan lebih nikmat
dibanding hari biasanya. Buktikanlah !
Jangan lupa pula dengan tilawah bersama. Bergantianlah. Kau membaca,
istrimu mendengarkan. Ketika pasanganmu membaca, maka nikmati indah
suaranya dalam melantunkan ayat –ayat Allah. Jika di tengah jalan ia
salah baca ayat, cubitlah sedikti dan katakan padanya, “Mikirin saya ya,
Cin? Kok bacaannya salah ?”
Ups! Ada yang lupa, jangan lupa bedoa agar anak yang terlahir adalah
sholih dan sholikhah. Azamkan untuk menghasilkan keturunan terbaik
dengan jumlah terbanyak. Karena kita hanya boleh memilih dua hal :
Menjadi pelaku kebaikan atau pelaku keburukan. Semoga yang terlahir dari
pernikahan kalian juga kami kelak, adalah Pelaku Kebaikan. Minimal,
pendukung kebaikan. Amiin.
“Di jalan cinta para pejuang, kesetiaan bukanlah pada istri atau suami
kita. kesetiaan di jalan ini, hanya kepada Allah, Rasul dan
Syari’atNya.” Demikian nasehat bijak ustadz Salim A Fillah. Semoga Allah
semakin mengokohkan pijakan kita dalam memperjuangkan tegak tingginya
kalimat Allah.
Salam sepenuh cinta, semoga Allah semakin menyayangi kita. Selalu, selamanya. Aamiin. BY PIRMAN
Source
Post a Comment